Minggu, 28 Maret 2010

APLIKASI PEMBERIAN AMELIORAN FLY ASH PADA LAHAN GAMBUT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL JAGUNG (Zea mays. L)

I. PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Jagung (Zea mays. L) merupakan makanan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia kerena kaya akan karbohidrat. Bagi Indonesia jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Tidak hanya sebagai bahan pangan jagung juga digunakan sebagai bahan dasar industri dan bahan pakan ternak.
Kebutuhan jagung di Indonesia saat ini cukup besar, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering per tahun. Konsumsi jagung terbesar adalah untuk pangan dan ternak. Hal ini dikarenakan sebanyak 51% bahan baku untuk pakan ternak adalah jagung (Badan Pusat Statistik Riau, 2004). Sedangkan produksi jagung nasional belum mampu mengimbangi permintaan yang terus meningkat seiring dengan pengembangan industri pakan dan pangan. Sementara produksi jagung dipropinsi Riau pada tahun 202 sebesar 38.359 ton, tahun 2003 sebesar 39.915 ton, tahun 2004 sebesar 41.908 ton, tahun 2005 sebesar 36.412 ton dan pada tahun 2006 sebesar 34.7288 ton (Dinas Tanaman Pangan Propindi Riau, 2006). Oleh sebab itu, guna memenuhi kebutuhan dalam negeri maka perlu usaha peningkatan produksi jagung.
Dalam peningkatan produksi tanaman jagung yang berkualitas diperlukan varietas hibrida dan lahan yang bisa mendukung pertumbuhan yaitu yang gembur, subur, kaya akan humus dan pH antara 5,5 – 7,5 (Rukmana, 1997). Kenyataan yang dihadapi sekarang ini adalah ketersedian tanah yang subur dan potensial untuk pertanian semakin berkurang akibat konversi lahan dari lahan subur menjadi lahan non pertanian oleh karena itu,upaya ekstensifikasi merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk tanaman jagung, salah satunya adalah pemanfaatan tanah gambut, khususnya Provinsi Riau memiliki tanah gambut cukup luas.
Riau memiliki lahan gambut yang luas. Menurut data statistik 51,06% atau mencapai 4.827.972 Ha dari seluruh dataran di daerah Riau terdiri dari tanah gambut (Badan Pusat Statistik Riau, 2004). Hal ini bisa menciptakan peluang dalam pemberdayaan budidaya jagung
Pemanfaatan lahan gambut dihambat oleh beberapa faktor antara lain memiliki kemasaman yang tinggi, drainase dan aerase yang jelek, kurang tersedianya N, P, K, Ca dan Mg, pH dan kejenuhan basa yang rendah, namun memiliki KTK yang tinggi sehingga sulit dalam penyediaan unsur hara terutama hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman serta mengandung asam-asam organik yang bersifat meracun bagi tanaman (Prasetyo, 1996).
Guna meningkatkan produktivitas tanah sehingga dapat memberikan hasil optimal diperlukan suatu pengelolaan (management) yang tepat dan efisien. Salah satunya adalah dengan pemberian ameliorasi. Secara umum pemberian ameliorasi ke dalam tanah bertujuan untuk menetralkan asam-asam organik yang bersifat meracun, salah satu pengaruh setelah pemberian ameliorasi terhadap kimia tanah adalah meningkatnya pH tanah sehingga reaksi tanah mengarah ke netral dan dilain pihak dapat memperbaiki kandungan unsur hara tanah.
Amelioran fly ash adalah abu sisa pembakaran boiler pabrik yang berasal dari pembakaran tandan kosong kelapa sawit, cangkang sawit, kulit kayu, serbuk gergaji, potongan-potongan kayu yang tidak memiliki nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan sebagai amelioran untuk membenahi sifat kimia tanah gambut karena fly ash memiliki pH yang tinggi dengan kisaran 11 - 12, mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan mengandung logam-logam berat yang tidak dapat mencemari lingkungan serta tidak bersifat racun yang membahayakan tanah dan tanaman (Rini, 2005). Adapun kandungan unsur hara fly ash seperti yang tertera dalam lampiran 5.
Adanya unsur Fe, Cu, Al dan Zn di dalam fly ash menyebabkan fly ash juga dapat berfungsi dalam menekan asam-asam organik yang meracun bagi tanaman karena unsur-unsur tersebut dapat membentuk senyawa komplek atau khelat dengan asam organik sehingga dapat menekan pengaruh beracun bagi tanaman (Stephan, 1980 dalam Rachim, 2000).
Fly ash memiliki potensi yang besar karena memiliki kandungan hara yang cukup baik dan setiap tahun jumlah fly ash terus meningkat di Riau karena terdapat dua pabrik pulp yang produktif (salah satunya terbesar di Asia Tenggara), maka secara laboratories dipandang perlu dilakukan penelitian untuk memanfaatkan limbah pulI (fly ash) agar bisa bernilai ekonomis.
Berdasarkan uraian tersebut penulis telah melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Amelioran fly ash pada Lahan Gambut Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays. L)”.

1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis yang terbaik terhadap pertumbuhan dan komponen hasil jagung (Zea mays. L).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Berdasarkan taksonomi kedudukan jagung adalah sebagai berikut: Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae, Kelas Monocotyledone, Ordo Poales, Familia Poacea, Genus Zea, Species Zea mays. L (Suprapto, 2000).
Jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar seminal, akar adventif dan akar udara (Purwono dan Rudi, 2006). Akar seminal tumbuh dari radikula dan embrio. Tanaman jagung memiliki batang induk tidak bercabang dan tidak beranak tetapi padat sehingga tanaman dapat tumbuh tegak namun tidak banyak mengandung lignin. Batang beruas-ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku, jumlah ruasnya tergantung dari varietas, biasanya berkisar antara 8 – 21 ruas. Tinggi batang berkisar 1 – 3 m, tetapi ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m (Warisno, 1998). Menurut Aksi Agraris Kanisius (1993) Pertumbuhan batang tidak hanya memanjang tetapi juga membesar, bahkan batang jagung dapat membesar sampai berdiameter 3 – 4 cm.
Daun jagung termasuk daun sempurna. daun keluar dari buku-buku batang yang terdiri dari kelopak daun, lidah daun dan helaian daun. Panjang daun tergantung pada varietasnya dan lebarnya berkisar 5 – 15 cm. Pada tanaman jagung menempel daun sebanyak 8 – 48 helai, tetapi biasanya berkisar 12 – 18 helai (Purwono dan Rudi, 2006).
Bunga jagung tidak memiliki petal dan sepal. Bunga jagung termasuk bunga tidak sempurna karena bunga jantan dan bunga betina berada pada bunga yang berbeda atau disebut tanaman berumah satu (monoceus), dimana bunga jantan terletak pada ujung batang/di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Sedangkan bunga betina berada pada ketiak daun ke-6 atau ke-8 dari bunga jantan dan tersusun dalam tongkol yang tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun (Suprapto, 2000). Bunga jantan dan bunga betina muncul 50 – 60 hari setelah tanam (HST).
Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan jatuh menempel pada rambut tongkol. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2 - 5 hari lebih dini daripada bunga betinanya. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif dan disebut sebagai varietas prolifik (Anonim, 2007).
Untuk pertumbuhannya jagung butuh hara baik dari unsur makro maupun unsur mikro yang seimbang seperti N, P, K dan Cu. Dosis pupuk yang dikehendaki tanaman jagung berbeda-beda tergantung dari tingkat kesuburan dan jenis tanah. Secara umum dapat dianjurkan pemakaian pupuk nitrogen (N) sebanyak 90 – 120 kg/ha, fosfor (P O ) 30 – 45 kg/ha, kalium (K O) 0 – 25 kg/ha. Pada tanah yang cukup kalium, pemupukan dengan unsur K dapat ditiadakan (Novizan, 2002).
Jagung dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai 1300 m diatas permuakaan laut, asal areal tersebut tidak trelindung, dengan kemiringan tanah maksimal 8%, curah hujan yang dibutuhkan 100-2000 mm/bulan dan suhu udara 23-270C, kemasaman tanah (pH) adalah 5,5-7 (Rukmana, 1997). Menurut Suprapto (1998) tanaman jagung mempunyai daya adapatasi tinggi terhadap lingkungan tumbuhnya dan juga cocok ditanam pada dataran rendah.

2.2. Gambut
Riau memiliki lahan gambut yang cukup luas. Menurut data statistik 51,06% atau mencapai 4.827.972 ha dari seluruh dataran di daerah Riau terdiri dari tanah gambut (Badan Pusat Statistik Riau, 2004). Hal ini merupakan peluang dalam pemberdayaan budidaya jagung, dengan strategi-strategi pola penanganan lahan gambut yang benar maka akan didapat produksi yang cukup memuaskan dalam berbudidaya jagung (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Riau, 2002).
Gambut mempunyai banyak istilah padanan Bahasa Inggris, antara lain disebut peat, bog, moor, mire atau fen. Istilah-istilah ini berkenaan dengan perbedaan jenis sifat gambut antara satu tempat dan tempat lainnya. Istilah gambut diambil dari kata bahasa daerah Kalimantan Selatan (suku banjar). Gambut diartikan sebagai material organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah terlebih dan hanya sedikit mengalami perombakan (Noor, 2001).
Klasifikasi tanah (soil taxonomy) tanah gambut dikelompokkan dalam ordo histosol atau sebelumnya dinamakan organosol yang berbeda dengan jenis tanah mineral umumnya. Menurut Radjagukguk dan Setiadi (1989) gambut didefenisikan sebagai tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20 – 30% (12 – 18% C-Organik) dengan ketebalan 40 cm atau lebih dari 80 cm. Menurut Noor (2001) tanah gambut terbentuk karena kondisi lingkungan anaerob, kondisi seperti ini dapat menghambat aktivitas mikroorganisme perombak, sehingga penumpukan bahan organik lebih besar dari pada mineralisasi.
Berdasarkan tingkat kematangannya gambut digolongkan atas tiga bagian yaitu fibrik yang tingkat pelapukannya rendah yaitu kecil dari 33% sehingga masih banyak mengandung serabut, berat jenis sangat rendah (< 0,1), kadar air tinggi dan bewarna coklat. Hemik dengan tingkat kematangan sedang yang merupakan peralihan dekomposisi bahan organik antara 33 – 66%, dimana masih banyak mengandung serabut dan berat jenis antara 0,07 – 0,13 dengan kadar air tinggi serta bewarna kelam. Saprik adalah gambut yang mempunyai tingkat dekomposisi bahan organiknya lebih dari 66%, kurang mengandung serabut, berat jenis lebih dari 0,2, kadar air tidak terlalu tinggi bewarna hitam dan coklat kelam (Susewo, 1987). Menurut Notohadiprawiro (1998) saprik merupakan gambut dengan daya pegang perakaran yang cukup baik terhadap tanaman.
Tingkat kematangan tanah gambut juga menentukan sifat kimia dan kesuburan selain ditentukan oleh ketebalan lapisan gambut, keadaan tanah mineral yang berada di bawah lapisan tanah gambut serta kualitas dari air yang menggenanginya juga berpengaruh. (Widyaya, 1997). Dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-asam fenolat (asam hidroksibenzoat, p-kumarat, ferulat, vanilat dan siringat) dan asam karboksilat (asam asetat, asam laktat, asam propionat dan asam butirat). Asam-asam ini menyebabkan kemasaman pada tanah gambut. Gugus ini merupakan gugus reaktif yang mendominasi komplek tukaran dan dapat bertindak sebagai asam lemah sehingga dapat terdissosiasi dan menghasilkan ion H dalam jumlah banyak (Rachim, 2000).
Fitotoksik asam-asam organik dari hasil dekomposisi bahan organik tanah gambut berpengaruh terhadap tanaman meliputi penundaan atau penghambatan pertunasan, biji, pertumbuhan tanaman kerdil, pengrusakan sistem perakaran, menghambat penyerapan hara, klorosis, layu, mengganggu proses respirasi dan mematikan tanaman (Prasetyo, 1996).
Tanah gambut mempunyai fungsi ekonomi dan ekonomis. Tanah ini berperan dalam mengisi dan mengatur debit air tanah, mengendalikan banjir, kaya akan flora dan fauna. Tanah ini dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian berkelanjutan meskipun masih perlu dilakukan perbaikan beberapa sifat penting untuk mencapai tujuan produksi (Triutomo, 1997).
Menurut Prasetyo (1997) tanah gambut sebagai seumberdaya pertanian ditinjau dari sifat fisik dan kimianya, dikatakan sebagai lahan yang berproduktivitas rendah. Pemanfatan lahan gambut masih mempunyai banyak kendala yakni tingkat kesuburan tanah rendah yang ditandai dengan pH yang rendah, kejenuhan basa rendah, drainase dan aerase tidak baik kerana bersifat irreversible drying yaitu gejala tidak dapat balik dan memiliki kandungan air yang tinggi. Rendahnya ketersediaan hara makro seperti N, P, K, Ca, Mg dan kandungan asam-asam organik yang meracun (fenolat dan karboksilat). Kemasaman tanah gambut semakin tinggi jika gambut tersebut semakin tebal. (Hakim dkk. 1986).
Tingkat kesuburan lahan gambut alami dengan cepat mengalami penurunan. Pemberian bahan ameliorasi berupa kapur, fosfat alam, pupuk organik merupakan salah satu cara yang bisa digunakan guna mengatasi kelemahan sifat tanah gambut (Poerwowidodo, 1992).

2. 3. Bahan Ameliorasi Tanah
Bahan ameliorasi tanah adalah bahan pembenah tanah untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara umum pemberian bahan ameliorasi (kapur) kedalam tanah dimaksudkan untuk menetralkan asam-asam organik (asam-asam fenolat dan asam-asam karboksilat) yang bersifat meracun, pengaruh yang sangat menonjol terhadap kimia tanah adalah naiknya harga pH dan kandungan hara kalsium (Ca), sehingga reaksi tanah mengarah ke netral, dilain pihak dapat memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman (Halim, 1987).
Lebih dari 90% bahan kapur yang dipergunakan dalam pertanian adalah kalsium karbonat (CaCO ), sedangkan bahan pengapur lain digunakan dalam skala yang lebih kecil. Bahan pengapur yang juga biasa digunakan adalah dolomit, kapur hidroksida dan lain-lainnya (Anonim, 2007). Bahan ameliorasi yang digunakan pada umumnya mengandung kation kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) (Bukman, 1982).
Bahan ameliorasi yang ideal mempunyai sifat-sifat kejenuhan basa tinggi, dapat meningkatkan pH tanah, serta memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, sehingga juga berfungsi sebagai pupuk dan mempunyai kemampuan memperbaiki struktur tanah gambut (Anonim, 2007).
Fly ash adalah abu sisa pembakaran boiler pabrik pulp yang berasal dari pembakaran tandan kosong kelapa sawit, cangkang sawit, kulit kayu, serbuk gergaji, potongan-potongan kayu yang tidak memiliki nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan sebagai amelioran untuk membenahi sifat kimia tanah gambut. Abu sisa pebakaran ini tidak berguna lagi untuk proses pembuatan pulp selanjutnya. (Rini, 2005).
Secara fisik, sifat fisika dari fly ash berupa partikel halus, umumnya bulat, padat, ringan dan mempunyai ukuran partikel kurang dari 0,075 mm. Warna fly ash bermacam-macam ada warna coklat, abu-abu hingga hitam tergantung jumlah karbon yang tidak terbakar dalam abu. Sifat kimia fly ash tergantung pada tingkat pembakaran dan teknik yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyimpanannnya serta tingkat pemanasan, komposisi kimia, kandungan abu dan asal materialnya. fly ash memiliki pH yang tinggi mencapai 10-12 karena mengandung CaO dan MgO sehingga fly ash mempunyai efek kuat untuk menetralisir keasaman gambut.
Menurut Nambiar dan Brown (1997) kandungan nutrisi fly ash adalah fosfor (10-12,39 g/kg), kalium (16,65,8 g/kg), kalsium (266-321 g/kg), magnesium (24,4-30,8 g/kg), tembaga (0,16-1,26 g/kg) dan boron (0,2-0,27 g/kg), Tetapi kandungan unsur hara mikro tidak diteliti. Aplikasi fly ash mampu memperbaiki kesuburan serta ketersediaan hara untuk tanaman
Menurut Rini (2005) fly ash dapat meningkatkan pH tanah dari kisaran 3,5 - 4 menjadi 6 -7 karena fly ash dapat memberikan kation Ca disamping kation lainnya. Kation ini akan dilepaskan ke dalam tanah dan dapat dipertukarkan dengan ion H yang terdapat dalam larutan tanah. Dengan naiknya pH tanah maka proses pelindian unsur-unsur hara tanah dapat dikurangi, sehingga proses pemupukan pada tanah gambut menjadi lebih efisien.
Setiap kg fly ash mengandung N-total 0,2 g, P-total 0,17 g, K 1,02 g, Ca 4,30 g, Mg 0,55 g, Fe 1,25 mg, Zn 32,3 mg, Cu 10,6 mg, Mo 2,12 mg dan Al 2,28 me/100g. Beberapa dari logam berat ini diperlukan oleh tanaman sebagai unsur hara mikro, seperti Fe, Cu, Zn dan Mo. Batas maksimum kadar logam-logam berat untuk landfill berdasarkan Kep-04/ Bappedal/ 1995; Zn 5000 mg/kg, Cu 1000 mg/kg dan Mo 400 mg/kg (Rini, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Nkana et al. (1998) menunjukkan bahwa perbaikan derajat kemasaman tanah (pH) oleh abu sisa boiler pembakaran pulp dan paper ternyata sama efektifnya dengan pemberian kapur yang lazim digunakan sampai sekarang, dalam upaya menurunkan derajat kemasaman tanah pada tanah-tanah pertanian. Seperti halnya kapur, abu sisa boiler pembakaran pulp dan paper juga mengandung unsur kalsium (Ca) yang tinggi yang sekaligus dapat mengatasi persoalan keracunan aluminium (Al) pada tanah masam.
Menurut Rini (2005) fly ash dapat mengurangi asam-asam organik yang meracun dari asam fenolat dan asam karboksilat melalui pembentukan komplek organologam dan dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah gambut sehingga akan mempercepat proses dekomposisi gambut. Sehingga fly ash merupakan material yang sangat potensial digunakan sebagai amelioran yang relatif murah (ekonomis) untuk meningkatkan mutu dan produktifitas lahan gambut.
Nutrisi yang terdapat pada abu sisa boiler pembakaran pulp dan paper dapat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman, juga sangat efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi. Kandungan hara yang terdapat pada abu sisa boiler pembakaran pulp dan paper dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah (Chong dan Cline, 1993). Selanjutnya Jackson et al. (2000) mengemukakan bahwa penggunaan dari limbah pulp dan paper dapat mempengaruhi pertumbuhan, meningkatkan pengadaan zat hara dan meningkatkan pertumbuhan tanaman Pinus radiate, dimana meningkatkan konsentrasi nitrogen (N) 17 - 37%.
Hasil penelitian Rini (2005) menunjukkan fly ash dapat meningkatkan N-total gambut, peningkatan pH gambut yang bisa meningkatkan aktivitas perakaran sehingga fiksasi nitrogen dapat ditingkatkan. Pada pemberian dosis fly ash 200 gram/petak dan 300 gram/petak bisa meningkatkan kandungan fosfor 5,4 %. Selain unsur tersebut unsur yang lain seperti kalium, kalsium, magnesium, seng, tembaga, molibdenum dapat ditingkatkan melalui pemberian fly ash, sedangkan untuk unsur besi penurunan yang signifikan terjadi pada dosis 10 ton/ha dan aluminimum terdapat penurunan yang cukup signifikan pada dosis 200 gram/petak.
Fly ash dapat menyediakan hara dalam tanah atau gambut dalam jangka waktu panjang yang sangat berpengaruh terhadap tanaman. Percobaan pemberian fly ash pada tegakan scot pine di Finlandia, pemberian 3 sampai 5 ton per hektar akan meningkatkan pertumbuhan tahunan sebesar 4-8 m3/ha. fly ash bersifat alkalis dan mempunyai nilai pH yang tinggi, sehingga dapat menetralisir keasaman gambut dan meningkatkan aktifitas mikroba dipermukaaan gambut.
III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan gambut Desa Kualu Kecamatan Kampar dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut (dpl) selama 5 bulan, dari bulan Maret 2007 sampai dengan bulan Juli 2007.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung varietas arjuna BISI-1, fly ash diambil dari PT. IKPP (Indah Kiat Pulp And Paper), pupuk kandang (kotoran ayam), Urea, TSP, KCl, Furadan 3G, Insektisida Decis 2,5 EC, Round-up.
Alat-alat yang digunakan adalah oven listrik, ring tanah, timbangan analitik, meteran, cangkul, garu, kayu, ember, gembor, karung, kantong plastik, tali raffia, kantong kertas, hand sprayer, dan alat tulis.

3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 3 ulangan:
D = Tanpa pemberian fly ash
D = 5 ton fly ash / 8.500 m (3,5 kg fly ash /plot)
D = 10 ton fly ash / 8.500 m (7 kg fly ash /plot)
D = 15 ton fly ash / 8.500 m (10,5 kg fly ash /plot)
D = 20 ton fly ash / 8.500 m (14 kg fly ash /plot)
Dari perlakuan tersebut diperoleh 15 unit percobaan/plot. Dimana masing-masing plot terdapat 32 tanaman. Data hasil pengamatan selama penelitian dari masing-masing plot perlakuan di analisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Of Variance (ANOVA) model linear sebagai berikut:
Xijk = μ + Di + βj +
Xijk = Respon terhadap fly ash ke-i pada kelompok ke-j
μ = Rata- rata respon
Di = Pengaruh fly ash pada taraf ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
= Pengaruh galat pada kelompok ke-j yang mendapat perlakuan fly ash ke-i
Hasil analisa sidik ragam dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5% agar dapat diketahui perlakuan-perlakuan yang terbaik.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pembukaan Lahan dan Persiapan Lahan

Sebelum penanaman dilakukan pembersihan lahan dari ranting-ranting kayu dan gulma dengan cara membabat dengan menggunakan parang dan mencangkul anakan kayu yang ada pada lahan. Setelah itu dilakukan pengukuran tanah untuk di plot yang akan dibuat bedengan nantinya. sebelum dilakukan pengolahan dan perlakuan tanah diambil sampelnya untuk mengetahui sifat kimia tanah gambut.
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara membalikkan tanah berbentuk bongkahan pada tiap plot yang sudah ditandai dengan menggunakan tali rafia kemudian setelah tanah berbentuk bongkahan pada tiap plot lalu digemburkan dan serat-serat yang ada pada tanah gambut dibersihkan dan dibuang pada samping lahan penelitian.

3.4.2.Pembuatan Plot
Plot dibuat dengan ukuran 3 x 2 m sebanyak 15 plot dengan jarak antar plot dalam barisan 50 cm dan anatar barisan plot 75 cm dan jarak plot ke pinggir tanaman 1 meter. Selain itu juga dibuat drainase yang bertujuan agar aerase tanah gambut bisa berjalan dengan baik sehingga kondisi bedengan tidak tergenang air pada saat turun hujan.

3.4.3. Pemberian Fly Ash dan Pupuk Kandang (Kotoran Ayam)

fly ash dan pupuk kandang (kotoran ayam) diberikan 2 minggu sebelum tanam. Dosis fly ash sesuai dengan perlakuan dan dosis pupuk kandang (kotoran ayam) sebanyak 10 ton/ha (7 kg/plot) dengan cara menaburkan fly ash dan pupuk kandang (kotoran ayam) pada plot yang akan ditanami, kemudian dilakukan pencampuran sampai fly ash, pupuk kandang (kotoran ayam) dan tanah gambut agar tercampur dengan merata.

3.4.4. Penanaman

Setelah lahan bersih dan diberi fly ash langkah selanjutnya membuat lubang tanam dengan alat tugal pada kedalaman 2,5 cm dengan jarak tanam 60 x 40 cm. Selanjutnya benih dimasukkan kelubang tugal (2 benih/lubang tanam), disertakan dengan pemberian Furadan 3G yang bertujuan untuk menghindari benih dimakan semut, ulat agrotis dan cacing. Lubang tugal segera ditimbun dengan tanah. Selain ditanam pada plot yang sudah dibuat penanaman juga dilakukan diluar plot yang berada pada sampirng lahan penelitian ini bertujuan jika terdapat tanaman yang tidak tumbuh maka tanaman digunakan untuk penyulamann, ini dilakukan agar umur tanaman yang digunakan untuk menyulam sama dengan umur tanaman yang ditanam pada plot.

3.4.5. Pemupukan

Pemupukan pada tiap plot dilakukan dengan cara larikan pada jarak 5 cm dari lubang tanam dengan kedalaman 5 cm. Pemberian pupuk anorganik untuk setiap hektar dilakukan dengan dosis 200 kg urea, 150 kg TSP dan 100 kg KCl. Pupuk urea diberikan sebanyak tiga tahap (masing-masing 1/3 bagian dosis pupuk urea) yaitu Pada tahap pertama (pupuk dasar), dimana pupuk diberikan bersamaan pada saat waktu tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan saat tanaman jagung berumur 3 - 4 minggu setelah tanam. Pada tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk diberikan saat tanaman jagung berumur 8 minggu. Untuk pupuk TSP dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam.

3.4.6. Pemeliharaan
3.4.6.1. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor dan air yang diberikan berdasarkan kapasitas lapang. penyiraman ini dilakukan pada pagi dan sore hari namun jika kondisi tanah pada penelitian ini masih lembab maka penyiraman tidak.

3.4.6.2. Penyulaman dan Penjarangan

Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam dan dilakukan jika pada plot terdapat tanaman yang tidak tumbuh atau mati maka diganti dengan tanaman baru yang seragam, tanaman pengganti ini diambil pada lahan yang sudah disediakan sebelumnya. Penjarangam dilakukan ketika tanaman berumur 2 minggu setelah tanam, dengan cara memotong pangkal batang tanaman dengan gunting agar tidak mengganggu perakaran tanaman yang ditinggalkan yaitu tanaman yang terlihat lebih sehat.

3.4.6.3. Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan pertama dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam dengan membersihkan gulma yang berada pada plot dengan cara mencabut gulma tersebut dan penyiangan kedua dilakukan bersamaan dengan pembumbunan yaitu 25 hari setelah tanam dengan menggunakan cangkul. dan seterusnya dilakukan dengan interval dua minggu sekali.

3.4.6.4. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan secara mekanik dimana dengan cara membuang hama yang menyerang dan membunuhnya. Pada tanaman yang sudah terserang maka dilakukan pencabutan dan pemusnahan guna untuk menghindari penyebaran ke tanaman lainnnya.

3.4.7. Panen

Panen dilakukan serentak pada umur 77 hari setelah tanam, dimana pada umur ini tanaman sudah 75% memenuhi kriterian panen pada setiap plotnya, dengan ciri-ciri daun sudah menguning, tongkol atau klobot sudah mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga, biji kering, keras dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas. Panen dilakukan dengan cara memutar tongkol beserta kelobotnya, atau dengan mematahkan tangkai buah. Selanjutnya tongkol jagung dijemur di bawah terik matahari selama 3 hari..

3.5. Pengamatan
Adapun parameter-parameter pertumbuhan dan komponen hasil tanaman jagung yang diamati selama penelitian adalah sebagai berikut :

3.5.1 Laju Pertumbuhan Tanaman / LPT (gram/hari)

LPT diamati terhadap berat berangkasan kering tanaman sampel pada umur 35 dan 42, kegiatan ini dilakukan dengan cara mengambil tanaman sampel pada tiap perlakuan dilapangan tiap unit plot diambil dua sampel secara ajak kemudian tanaman dipotong-potong pada bagian akar, batang dan daun lalu dimasukkan pada plastik yang sudah diberi tanda sesuai dengan plot, setelah itu tanaman yang sudah dikemas dalam plastik dibawa ke Laboratorium Tanaman Fakultas Pertanian untuk dicuci dan dibersihkan dari kotoran dan tanah yang ada lalu dikering-anginkan kemudian dimasukkan kedalam amplop yang sudah ditandai sesuai dengan perlakuan dan ulangan lalu dimasukkan kedalam oven dengan suhu 700C selama 48 jam. Setelah kondisi tanaman kering lalu di timbang dengan menggunakan timbangan analitik.. Rumus menghitung LPT sebagai berikut :
W2¬ – W1
LPT =
t2 – t1

Dimana W1 adalah berat kering tanaman pada umur t1 (35 hari) dan W2 adalah berat kering tanaman pada umur t2 (42 hari).

3.5.2. Berat Berangkasan Kering Tanaman (gram)

Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengambil data berat kering tanaman pada umur 42 pada parameter LPT. Karena pada parameter laju pertumbuhan tanaman juga mengambil berat berangkasan kering tanaman pada umur 42.

3.5.3. Panjang Tongkol dan Diameter Tongkol (cm)

Panjang tongkol diperoleh dengan mengukur tongkol dengan keadaan tanpa klobot (biji masih menempel pada tongkol) dari bagian pangkal sampai ujung tongkol dengan menggunakan penggaris. Pengamatan ini dilakukan pada tanaman sampel.
Pengukuran diameter tongkol tanaman jagung dilakukan setelah panen dengan menggunakan jangka sorong yang diukur tepat pada bagian tongkol yang terbesar. Pengamatan ini dilakukan pada tanaman sampel.





3.5.4. Berat Biji Kering pertongkol(gram)

Pengamatan dilakukan dengan cara menjemur terlebih dahulu tongkol jagung dibawah terik matahari selama kurang lebih tiga hari, lalu memipil biji jagung dari tongkol dan dimasukkan kedalam plastik yang sudah ditandai sesuai dengan perlakuan dan ulangan, kemudian biji kering pada tanaman sampel ditimbang dengan timbangan analitik.

3.5.5. Berat 1000 Butir Biji (gram)

Pengamatan dilakukan dengan menimbang berat 1000 biji dengan menggunakan timbangan digital. Dengan cara memipil biji jagung sebanyak 1000 lalu dijemur dibawah terik matahari selama kurang lebih tiga hari kemudian ditimbang dengan menggunkan timbangan analitik.

Pengamatan Tambahan
Selain komponen parameter-parameter pertumbuhan dan komponen hasil tanaman jagung yang diamati selama penelitian juga diamati analisis kandungan hara tanah gambut pada awal sebelum perlakuan dan pada saat penen.






















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Laju Pertumbuhan Tanaman
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 8.1 menunnjukkan pemberian ameliorant fly ash berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman jagung. Untuk lebih jelasnya pengaruh takaran fly ash terhadap laju pertumbuhan tanaman jagung yang telah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Rata-rata laju pertumbuhan tanaman (LPT) jagung umur 35 dan 42 hari setelah tanamn (g/hari) pada pemberian beberapa takaran fly ash
PERLAKUAN Rata-rata
Tanpa pemberian fly ash (kontrol 2,57 a
5 ton Fly ash/ha (3,5 kg fly ash/plot) 5,96 a
10 ton Fly ash/ha (7 kg fly ash/plot) 8,35 a
15 ton Fly ash/ha (10,5 kg fly ash/plot) 19,13 b
20 ton Fly ash/ha (14 kg fly ash/plot) 9,12 a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DNMRT pada taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian 5-15 ton fly ash/ha cenderung meningkatkan laju pertumbuhan tanaman jagung apalagi pada pemberian 15 ton/ha terdapat peningkatan sangat drastis yaitu 19,13 g/hari dibandingkan 10 ton/ha 8,35 g/hari, namun jika takaran fly ash ditingkatkan sampai 20 ton/ha justru malah menurunkan laju pertumbuhan tanaman yaitu 9,12 g/hari. Hal ini memberi gambaran bahwa pemberian 15 ton/ha fly ash telah mampu menyediakan hara paling maksimal dibanding dosis yang lain.
Kenyataan tersebut menggambarkan bahwa pemberian ameliorant fly ash telah mampu memperbaiki medium tanam, dengan demikian akan mendukung terhadap perbaikan pertumbuhan tanaman jagung. Perbaikan medium ini diduga karena kandungan hara fly ash mengandung unsur hara makro dan mikro serta memiliki pH yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pH pada tanah gambut. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kandungan fly ash (Lampiran 3). Dengan tersedianya hara bagi tanaman akan mampu meningkatkan laju pertumbuhan tanaman, karena hara sangat berperan penting dalam proses fotosintesis yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi komponen hasil. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7, dimana ketersediaan hara tanah gambut meningkat saat panen bila dibandingkan dengan analisa kandungan hara awal tanah gambut.
Ketersediaan unsur hara akan berpengaruh terhadap berat kering tanaman yang berkaitan dengan laju pertumbuhan tanaman (LPT). Dimana LPT suatu tanaman tersebut menunjukkan peningkatan berat kering tanaman dalam suatu interval waktu pada lingkungan tumbuhnya.
Peningkatan laju pertumbuhan tanaman diperoleh pada pemberian fly ash 15 ton/ha. Hal ini diduga karena fly ash mengandung unsur Ca yang cukup tinggi. Menurut Gunarto (1985), pemberiaan kapur dapat meningkatkan serapan nitrogen. Jadi dengan adanya unsur Ca yang terkandung dalam fly ash maka pupuk N yang diberikan maupun yang terkandung didalam fly ash dapat terserap lebih baik dan efisien oleh tanaman jagung. Unsur N dibutuhkan tanaman untuk pembentukan klorofil. Selain N, mineral Mg juga merupakan penyusun klorfil. Nyapka dkk (1991) menyatakan bahwa Mg adalah satu-satunya mineral penyusun klorofil. Dengan adanya Mg yang terkandung dalam fly ash bisa turut serta mendukung pertumbuhan tanaman karena dengan cukupnya Mg yang diberikan maka proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik. Sejalan dengan itu pertumbuhan tanaman akan semakin baik dan optimal.
Selain perbaikan hara, diduga juga terjadi perbaikan pH akibat pemberian fly ash. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis tanah gambut (Lampiran 6 dan 7) yang menggambarkan bahwa pH tanah meningkat dari kisaran 4,4 menjadi 5-6. terjadinya peningkatan pH tanah juga karena fly ash mengandung Ca dan Mg. Selain itu perbaikan medium tanam dapat lebih baik akibat pemberian fly ash karena kelarutan asam-asam organik yang bersifat meracun dapat ditekan.
.
2. Berat Berangkasan Kering Tanaman Umur 40 Hari
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 8.2 menunnjukkan pemberian ameliorant fly ash berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan kering tanaman jagung. Untuk lebih jelasnya pengaruh takaran fly ash terhadap laju pertumbuhan tanaman jagung yang telah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Rata-rata berat berangkasan kering tanaman jagung umur 40 hari setelah tanam (HST) pada pemberian beberapa takaran fly ash.
PERLAKUAN Rata-rata
Tanpa pemberian fly ash (kontrol 36,77 a
5 ton Fly ash/ha (3,5 kg fly ash/plot) 87,05 b
10 ton Fly ash/ha (7 kg fly ash/plot) 85,77 b
15 ton Fly ash/ha (10,5 kg fly ash/plot) 138,10 c
20 ton Fly ash/ha (14 kg fly ash/plot) 103,40 b
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DNMRT pada taraf 5%

Tabel 2 menunjukkan bahwa peningkatan berat berangkasan kering tanaman jagung terjadi seiring dengan meningkatnya pemberian beberapa dosis fly ash dimana terjadi peningkatan berat berangkasan kering tanaman jagung yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan tanpa pemberian fly ash. Jika dilihat dari tabel di atas pemberian dosis 15 ton/ha menunjukkan hasil yang optimum dari dosis perlakuan yang lain yaitu 138,10 g/hari Namun jika dosis ditingkatkan lagi menjadi 20 ton/ha justru cenderung menurunkan berat berangkasan kering yaitu 103,40. jika dilihat dari keseluruhan pemberian amelioran fly ash sangat memberi peranan penting pada berat berangkasan kering tanaman jagung apabila dibandingkan dengan yang tanpa pemberian amelioran fly ash. Hal ini terjadi karena pada kontrol kebutuhan hara tanaman tidak terpenuhi akibat dari kurang tersedianya hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
Perbedaan yang nyata terhadap berat kering tanaman jagung ini disebabkan karena amelioran fly ash pada tanah gambut memberikan pengaruh yang nyata, dimana selain sebagai bahan amelioran fly ash juga dapat digunakan sebagai pupuk karena mengandung sejumlah hara yang penting bagi tanaman yang tersedia untuk tanaman (Lampiran 4) dan juga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme pada tanah gambut sehingga dapat mempercepat proses dekompisisi bahan organik tanah gambut, sehingga hara yang dibutuhkan tanaman pada tanah gambut semakin tersedia sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 7 dimana pada setiap perlakuan hara tersedia semakin meningkat. Hal ini didukung pendapat Rini (2005), yang menyatakan bahwa dengan pemberian fly ash yang berfungsi sebagai amelioran dapat mengakibatkan perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, dimana fly ash telah dapat membuat tanah gambut menjadi produktif dengan cara peningkatan pH dan ketersedian unsur hara pada tanah gambut.
Lakitan (2004) menyatakan bahwa meningkatnya jumlah unsur hara yang diserap oleh tanaman secara tidak langsung akan meningkatkan proses fotosintesis yang akan menghasilkan fotosintat. Selanjutnya peningkatan hasil fotosintesis menyebabkan bertambahnya bahan yang akan disimpan dalam jaringan batang dan daun, hasil penumpukan inilah yang kemudian dapat meningkatkan berat berangkasan kering tanaman. Dimana berat berangkasan kering mencerminkan status nutrisi tanaman atau kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara.
Jumin (2002) menyatakan pesatnya pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari ketersediaan unsur hara yang ada didalam tanah, ketersediaan hara akan sangat mementukan berat berangkasan kering tanaman yang merupakan hasil dari tiga proses yaitu proses penumukan asimilat melalui fotosintesis, penurunan asimilat melalui respirasi dan penurunan asimilat akibat suspensi dan akumulasi kebagian penyimpanan. Berat kering tanaman itu sendiri merupakan akumulasi senyawa organik yang dihasilkan oleh sintesis senyawa organik terutama air dan karbohidrat yang tergantung pada laju fotosintesis tanaman tersebut, sedangkan fotosintesis dipengaruhi oleh kecepatan penyerapan unsur hara di dalam tanah melalui akar (Lakitan, 2004).

3. Panjang Tongkol dan Diameter Tongkol
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 8.3 menunjukkan bahwa pemberian amelioran fly ash berpengaruh tidak nyata terhadap pajang tongkol dan diameter tongkol (Lampiran 8.4). Untuk lebih jelasnya pengaruh takaran fly ash terhadap panjang tongkol jagung yang telah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.


Tabel 3. Rata-rata panjang tongkol dan diameter tongkol jagung (cm) pada pemberian beberapa takaran fly ash.
PERLAKUAN Rata-rata ukuran tongkol
Diamter Panjang
Tanpa pemberian fly ash (kontrol 4,37 a 17,70 a
5 ton Fly ash/ha (3,5 kg fly ash/plot) 4,90 a 20,47 a
10 ton Fly ash/ha (7 kg fly ash/plot) 5,10 a 20,85 a
15 ton Fly ash/ha (10,5 kg fly ash/plot) 5,57 a 20,30 a
20 ton Fly ash/ha (14 kg fly ash/plot) 4,82 a 20,53 a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DNMRT pada taraf 5%

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada parameter panjang dan diameter tongkol tidak terjadi peningkatan yang signifikan ini diduga karena ada pembentukan diameter dan panjang tongkol jagung pada semua perlakuan unsur hara yang berperan dalam proses fotosintesis yang menghasilkan fotosintat yang digunakan tanaman untuk fase reproduktif yaitu untuk pembentukan tongkol sudah tersedia walau tanpa pemberian amelioran fly ash.
Tabel di atas juga menunjukkan peningkatan panjang dan diameter tongkol terjadi walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini berarti pada pemberian amelioran fly ash sebenarnya terjadi peningkatan tetapi tidak terlalu nyata jika dibandingkan dengan tanpa perlakuan, jika dilihat dari keadaan fisik panjang dan diameter tongkol ini memang tidak terlalu berbeda.
Menurut Lakitan (2004) fotosintat yang dihasilkan pada daun dan sel-sel melelui proses fotosintesis yang lainnya akan ditranslokasikan ke organ atau jaringan lainnya untuk dimanfaatkan oleh organ atau jaringan untuk pertumbuhan atau ditimbun sebagai bahan cadangan makanan. Semakin tinggi fotosintat yang dihasilkan maka dapat diasumsikan semakin tinggi pula fotosintat yang ditranslokasikan dari organ sumber ke organ penerima.
Gardner (1991) menambahkan bahwa khusus untuk tanaman jagung, karena letak tongkol ditengah-tengah batang, hampir seluruh fotosintat yang diproduksi berasal dari daun sebelah atas tongkol yang menyumbangkan 85% hasil asimilasi ke tongkol. Sedangkan daun sebelah bawah tongkol menyumbangkan hasil fotosintesisnya untuk pertumbuhan akar dan memelihara batang. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan dan panjang tongkol sebaga organ penyimpan dipengaruhi oleh pertambahan organ penghasil. Menurut Jumin (2002) pertumbuhan organ penyimpan memang dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Salah satu unsur yang sangat diperlukan pada masa pertumbuhan generatif terutama dalam masa pembentukan tongkol adalah unsur fosfor (P). Diduga pemberian amelioran fly ash telah membantu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan pada masa pertumbuhan generatif karena fly ash mengandung sejumlah unsur hara baik makro maupun mikro yang dibutuhkan tanaman (Lampiran 7) sehingga bisa dikatakan fly ash juga bisa sebagai pupuk, khususnya unsur P yang berperan dalam proses pembentukan tongkol. Selain itu fly ash juga bisa dikatakan sebagai bahan amelioran karena memiliki pH 11, yang dapat meningkatkan pH tanah gambut yang mempunyai tingkat kemasaman tinggi, sehingga tanaman dapat menyerap unsur hara yang dibutuhkannya.
Lingga (2005) menjelaskan unsur P sangat peting bagi pertumbuhan tanaman terutama bagian yang berhubungan erat dengan fase generatif seperti pembentukan tongkol. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7, dimana peningkatan ketersediaan P pada tanah gambut pada saat panen jika dibandingkan dengan kondisis awal tanah gambut.

4. Berat Biji Per tongkol.
Hasil sidik ragam pada Lampiran 8.5 menunjukan bahwa pemberian amelioran fly ash berpengaruh tidak nyata terhadap berat biji per tongkol. Untuk lebih jelasnya pegaruh takaran fly ash terhadap berat biji per tongkol yang telah diuji lanjut degan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata berat biji per tongkol tanaman jagung (g) pada pemberian beberapa takaran fly ash.
PERLAKUAN Rata-rata
Tanpa pemberian fly ash (kontrol 89,99 a
5 ton Fly ash/ha (3,5 kg fly ash/plot) 113,56 a
10 ton Fly ash/ha (7 kg fly ash/plot) 126,86 a
15 ton Fly ash/ha (10,5 kg fly ash/plot) 194,48 b
20 ton Fly ash/ha (14 kg fly ash/plot) 133,43a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DNMRT pada taraf 5%

Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian amelioran fly ash cenderung meningkatkan berat biji per tongkol pada setiap perlakuan fly ash yang diberikan dengan konsisten sampai berat yang paling tinggi yaitu 194,48 g/tongkol pada perlakuan fly ash 15 ton/ha, namun jika dosis dinaikkan menjadi 20 ton/ha terjadi penurunan berat biji per tongkol menjadi yaitu 133,42 g/pertongkol. hal ini dikarenakan pada perlakuan 15 ton/ha kondisi hara pada tanah gambut cukup tersedia sehingga berat biji lebih bernas jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan pada 20 ton/ha kondisi hara tanah sudah kurang tersedia hal ini diduga dikarenakan pada dosis 20 ton/ha pH tanah mencapai 6,7 (Lampiran 7), karena batasan normal pH pada tanah gambut adalah 5,5 dampai 6,5.
Nyapka dkk (1991) menyatakan bahwa unsur Mg selain sebagai mineral penyusun klorofil juga dapat dijumpai dalam biji-bijian tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu fosfor sebagai penyusun fosfolipid, nukleoprotein dan fitin juga banyak tersimpan didalam biji. Disamping itu kalsium juga dapat mendorong produksi tanaman graminae dan biji tanaman. Dengan ketersediaan fosfor yang cukup dan fungsi kalsium tersebut maka proses pembentukan inti sel, lemak dan protein dapat berlangsung baik. Pada akhirnya proses pertumbuhan dan produksi tanaman akan berlangsung dengan baik pula seperti pembentukan biji-biji yang bernas dengan bobot yang normal pula.
Pada fase generatif, tanaman sangat membutuhkan suplay hara P yang cukup. Hakim dkk (1986) mengatakan bahwa fosfor merupakan salah satu unsur yang berfungsi untuk mempercepat pembungaan serta pemasakan biji dan buah. Sehingga dengan ketersediaan P yang rendah akan berpengaruh pada bobot buah yang dihasilkan. Lingga (2005) menambahkan bahwa unsur P sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, terutama pada bagian yang berhubungan dengan perkembangan generatif, seperti pembungaan dan pembentukan biji. P berguna untuk menyimpan energi dan trasnfer energi serta penyusunan senyawa biokimia. Fosfat yang cukup sangat dibutuhkan pada saat reproduksi. Hal ini didukung oleh Setyamijaya (1986), yang mengatakan bahwa fungsi P adalah mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji. Jadi fosfor yang sangat berperan dan menentukan keberhasilan pembuahan yang akan berhubungan denga kualitas buah dan biji. Gardner dkk (1991), menjelaskan bahwa ukuran biji untuk kultifar tertentu realtif konstan, tetapi tekanan yang hebat selama pengisian biji dapat menyebabkan berkurangnya pasokan hasil asimilasi.

5. Berat 1000 biji
Hasil sidik ragam pada Lampiran 8.6 menunjukkan bahwa pengaruh amelioran fly ash berpengaruh tidak nyata terhadap berat 1000 butir biji jagung. Untuk lebih jelasnya pengaruh takaran fly ash terhadap berat biji per tongkol yang telah diuji lanjut degan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata berat 1000 butir biji tanaman jagung (g) pada pemberian beberapa takaran fly ash.
PERLAKUAN Rata-rata
Tanpa pemberian fly ash (kontrol 219,93 a
5 ton Fly ash/ha (3,5 kg fly ash/plot) 298,27 b
10 ton Fly ash/ha (7 kg fly ash/plot) 286,90 b
15 ton Fly ash/ha (10,5 kg fly ash/plot) 314,67 b
20 ton Fly ash/ha (14 kg fly ash/plot) 301,33 b
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DNMRT pada taraf 5%

Tabel 5 menunjukan bahwa setiap peningkatan takaran fly ash yang di berikan dapat meningkatkan berat 1000 butir biji jangung dibandingkan dengan tanpa pemberian perlakuan tetapi tidak konsisten, dimana berat tertinggi terdapat pada 15 ton/ha yaitu 314,67 g/1000 biji tetapi jika dosis fly ash dinaikkan menjadi 20 ton/ha justru terjadi penurunan yaitu 301,33 g/1000 biji.
Jika dilihat pada Lampiran 1 (deskripsi tanaman jagung) bahwa berat 1000 butir biji jagung varietas Arjuna mencapai 272 g. Sedangkan dengan pemberian amelioran fly ash telah mampu melampaui berat 1000 butir biji sampai 314,67 g/1000 biji pada 15 ton/ha.
Hal ini diduga pemberian amelioran fly ash telah mempunyai peranan yang penting yang bisa berfungsi sebagai pupuk karena fly ash mengandung unsur hara makro dan mikro (Lampiran 4). Selain itu fly ash juga dapat digunakan sebagai bahan amelioran karena dapat mengakibatkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi baik, dimana fly ash telah dapat meningkatkan pH tanah (Lampiran 7). Peningkatan pH mengakibatkan KTK (kapasitas tukar kation) menjadi rendah sehingga dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik pada tanah gambut sehingga hara yang terkandung pada tanah gambut akan semakin tersedia ini menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik dan hasil fotosintesis akan digunakan untuk mengubah substat pada hasil akhir yang diantaranya untuk pengisian biji sehingga berat 1000 butir biji tanaman sesuai dengan deskripsi atau melebihi deskripsi.
Pemberian fly ash pada tanah gambut yang telah mampu meningkatkan berat 1000 butir biji jagung, ini berarti fly ash telah mampu menyediakan hara tanaman terutama P yang banyak terkandung dalam biji. Ini sesuai dengan pernyataan Nyapka dkk (1991), bahwa ketersediaan P tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah, pada kebanyakan tanah ketersediaan P masksimum dijumpai pada kisaran pH antara 5,5-7, ketersediaan P akan menurun bila pH tanah lebih rendah dari 5,5 atau lebih tinggi dari 7,0. P yang diserap oleh tanaman pada setiap pelakuan secara keseluruhan tidak terakumulasi pada biji tetapi juga untuk bagian tanaman yang lainnya.
Lubis (1993), menyetakan bahwa kekurangan P yang berat akan dapat memperlambat proses pembuangaan dan pematangan sehingga biji yang dihasilkan akan berkerut. Oleh karena itu kekurangan P dapat menyebabkan menurunnya hasil, kualitas dan kadar protein biji. Hakim dkk (1986), menyatakan bahwa unsur P dijumpai dalam jumlah banyak pada biji seperti juga N, P merupakan penyusun setiap sel hidup. Berat 1000 butir biji sangat berkaitan erat dengan besarnya biji yang dihasilkan. Hal ini berarti semakin sempurna perkembangan biji maka semakin tinggi pula berat 1000 butir biji. Menurut Goldwory dan Fisher (1992), pertambahan biji (ukuran biji) tergantung pada faktor yang mengendalikan suplay asimilat untuk pengisian biji. Hasil pengamatan berat 1000 butir biji ini membuktikan bahwa tanaman jagung mempunyai rata-rata yang sesuai dengan deskripsi (Lampiran 1).













V. SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan
1. Pemberian amelioran fly ash dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman, berat berangkasan kering tanaman, berat biji per tongkol dan berat 1000 butir biji tetapi tidak meningakatkan pada parameter panjang dan diameter tongkol.
2. Dosis yang baik pada penelitian ini ditunjukkan pada perlakuan 15 ton fly ash/ha.

2. Saran
Dari hasil penelitian ini maka disarankan untuk menggunakan bahan ameliran fly ash sebanyak 15 ton/ha pada kondisi tanah gambut yang sama dengan tanah yang digunakan pada penelitian ini agar dapat memperoleh komponen hasil tanaman jagung yang tinggi.

JURNAL PENELITIAN

APLIKASI PEMBERIAN AMELIORAN FLY ASH PADA LAHAN GAMBUT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

JAGUNG (Zea mays. L)

M. Faujan Romadhoni, Ir. Rosmimi, MU, Gulat M. E. Manurung SP, Mp

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN, UNIVERSITAS RIAU, Kampus Bina Widya

Jl. Raya Soebrantas KM. 12,5, Pekanbaru 28293

ABSTRAK

Tanaman jagung (Zea mays. L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia maupun hewan ternak dan merupakan makanan pokok kedua setelah padi. Permintaan yang terus menerus meningkat akibat dari pengembangan industri pakan dan pangan tidak diimbangi dengan peningkatan produksi jagung nasinal. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tanaman jagung dalam Negeri maka perlu adanya usaha peningktan produksi tanaman jagung.

Akibat dari semakin sempitnya lahan pertanian yang ada karena telah terjadi konversi lahan pertanian yang subur menjadi lahan non pertanian, sehingga lahan marjinal menjadi alternatif sebagai upaya untuk ekstensifikasi dan salah satu alternatif tersebut adalah dengan pemanfaatan lahan gambut. Akan tetapi gambut memilii banyak masalah seperti proses dekomposisi yang sangat lambat, ketersediaan hara yang rendah dan kemasaman yang tinggi (pH rendah). Guna mengatasi masalah tersebut dan meningkatkan produksi tanah gambut adalah dengan cara pemberian amelioran salah satunya yaitu Fly ash.

Hasil dari pemelitian menunjukkan pemberian Fly ash terdapat parameter yang tidak berbeda nyata yaitu panjang dan diameter tongkol, dan berbeda nyata pada parameter laju pertumbuhan tanaman, berat berangkasan kering, berat biji pertongkol dan berat 1000 butir biji. Adapun perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik adalah dengan penggunaan Fly ash dengan dosis 15 ton/ha.

Kata kunci : Amelioran Fly ash, Jagung.Gamburt

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Jagung (Zea mays. L) merupakan makanan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia kerena kaya akan karbohidrat. Bagi Indonesia jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Tidak hanya sebagai bahan pangan jagung juga digunakan sebagai bahan dasar industri dan bahan pakan ternak.

Produksi jagung Nasional belum mampu mengimbangi permintaan yang terus meningkat seiring dengan pengembangan industri pakan dan pangan. Sementara produksi jagung dipropinsi Riau pada tahun 202 sebesar 38.359 ton, tahun 2003 sebesar 39.915 ton, tahun 2004 sebesar 41.908 ton, tahun 2005 sebesar 36.412 ton dan pada tahun 2006 sebesar 34.7288 ton (Dinas Tanaman Pangan Propindi Riau, 2006). Oleh sebab itu, guna memenuhi kebutuhan dalam negeri maka perlu usaha peningkatan produksi jagung.

Dewasa ini banyak terjadi konversi lahan dari lahan subur menjadi lahan non pertanian oleh karena itu, upaya ekstensifikasi merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk tanaman jagung, salah satunya adalah pemanfaatan tanah gambut.

Riau memiliki lahan gambut yang luas. Menurut data statistik 51,06% atau mencapai 4.827.972 Ha dari seluruh dataran di daerah Riau terdiri dari tanah gambut (Badan Pusat Statistik Riau, 2004). Hal ini bisa menciptakan peluang dalam pemberdayaan budidaya jagung.

Pemanfaatan lahan gambut dihambat oleh kemasaman yang tinggi, kejenuhan basa yang rendah, drainase dan aerase yang jelek, kurang tersedianya N, P, K, Ca dan Mg, pH dan kejenuhan basa yang rendah, namun memiliki KTK yang tinggi sehingga sulit dalam penyediaan unsur hara terutama basa serta mengandung asam-asam organik yang bersifat meracun bagi tanaman (Prasetyo, 1997).

Guna meningkatkan produktivitas tanah sehingga dapat memberikan hasil optimal diperlukan suatu pengolahan yang tepat dan efisien. Salah satunya adalah dengan pemberian ameliorasi. Secara umum pemberian ameliorasi ke dalam bertujuan untuk menetralkan asam-asam organik (asam-asam fenolat dan asam-asam karboksilat) yang bersifat meracun, pengaruh yang nyata terhadap kimia tanah adalah meningkatnya pH tanah sehingga reaksi tanah mengarah ke netral dan dilain pihak dapat memperbaiki kandungan unsur hara tanah.

Amelioran Fly ash adalah abu sisa pembakaran boiler pabrik pulp yang berasal dari pembakaran tandan kosong kelapa sawit, cangkang sawit, kulit kayu, serbuk gergaji, potongan-potongan kayu yang tidak memiliki nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan sebagai amelioran untuk membenahi sifat kimia tanah gambut karena fly ash memiliki pH yang tinggi dengan kisaran 11 - 12, mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan mengandung logam-logam berat yang tidak dapat mencemari lingkungan serta tidak bersifat racun yang membahayakan tanah dan tanaman (Rini, 2005). Adapun kandungan unsur hara fly ash seperti yang tertera dalam lampiran 5.

Fly ash memiliki potensi yang besar karena memiliki kandungan hara yang cukup baik dan setiap tahun jumlah Fly ash terus meningkat di Riau karena terdapat dua pabrik pulp yang produktif (salah satunya terbesar di Asia Tenggara), maka secara laboratories dipandang perlu dilakukan penelitian untuk memanfaatkan limbah pulpI (Fly ash) agar bisa bernilai ekonomis.

Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Amelioran Fly ash pada Lahan Gambut Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays. L)”.

2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis yang terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays. L).

BAHAN DAN METODE

1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Kualu Kecamatan Kampar dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut (dpl) selama 5 bulan, dari bulan Maret 2007 sampai dengan bulan Juli 2007.

2. Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung varietas arjuna BISI-1, fly ash diambil dari PT. IKPP (Indah Kiat Pulp And Paper), pupuk kandang (kotoran ayam), Urea, TSP, KCl, Furadan 3G, Insektisida Decis 2,5 EC, Round-up.

Alat-alat yang digunakan adalah oven listrik, bor tanah, timbangan analitik, meteran, cangkul, garu, kayu, ember, gembor, karung, kantong plastik, kantong kertas, hand sprayer, alat pemipil jagung dan alat tulis.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 3 ulangan:

D = Tanpa pemberian fly ash

D = 5 ton fly ash / 8.500 m (3,5 kg fly ash /plot)

D = 10 ton fly ash / 8.500 m (7 kg fly ash /plot)

D = 15 ton fly ash / 8.500 m (10,5 kg fly ash /plot)

D = 20 ton fly ash / 8.500 m (14 kg fly ash /plot)

Dari perlakuan tersebut diperoleh 15 unit percobaan/plot. Dimana masing-masing plot terdapat 32 tanaman. Data hasil pengamatan selama penelitian dari masing-masing plot perlakuan di analisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Of Variance (ANOVA) model linear sebagai berikut:

Xijk = μ + Di + βj +

Xijk = Respon terhadap fly ash ke-i pada kelompok ke-j

μ = Rata- rata respon

Di = Pengaruh fly ash pada taraf ke-i

βj = Pengaruh kelompok ke-j

* = Pengaruh galat pada kelompok ke-j yang mendapat perlakuan fly ash ke-i

Hasil analisa sidik ragam dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5% agar dapat diketahui perlakuan-perlakuan yang terbaik.

4. Pelaksanaan Penelitian

4.1. Pembukaan Lahan dan Persiapan Lahan

Sebelum penanaman dilakukan pembersihan lahan dari ranting-ranting kayu dan gulma dengan cara membabat dengan menggunakan parang dan mencangkul anakan kayu yang ada pada lahan. Setelah itu dilakukan pengukuran tanah untuk di plot yang akan dibuat bedengan nantinya. sebelum dilakukan pengolah dan perlakuan tanah diambil sampelnya untuk mengetahuidifat kimia tanah gambut.

4.2.Pembuatan Plot

Plot dibuat dengan ukuran 3 x 2 m sebanyak 15 plot dengan jarak antar plot dalam barisan 50 cm dan anatar barisan plot 75 cm dan jarak plot ke pinggir tanaman 1 meter. Selain itu juga dibuat drainase.

4.3. Pemberian Fly ash dan Pupuk Kandang (Kotoran Ayam)

fly ash dan pupuk kandang (kotoran ayam) diberikan sekitar 2 minggu sebelum tanam. Dosis fly ash sesuai dengan perlakuan dan dosis pupuk kandang (kotoran ayam) sebanyak 10 ton/ha (7 kg/plot) dengan cara menaburkan fly ash dan pupuk kandang (kotoran ayam) pada plot yang akan ditanami dan diaduk sampai fly ash, pupuk kandang (kotoran ayam) dan tanah gambut tercampur merata.

4.4. Penanaman

Setelah lahan bersih dan diberi fly ash langkah selanjutnya membuat lubang tanam dengan alat tugal pada kedalaman 2,5 cm dengan jarak tanam 60 x 40 cm. Selanjutnya benih dimasukkan kelubang tugal (2 benih/lubang tanam), disertakan dengan pemberian Furadan 3G yang bertujuan untuk menghindari benih dimakan semut, ulat agrotis dan cacing. Lubang tugal segera ditimbun dengan tanah.

4.5. Pemupukan

Pemupukan pada tiap plot dilakukan dengan cara larikan pada jarak 5 cm dari lubang tanam dengan kedalaman 5 cm. Pemberian pupuk anorganik untuk setiap hektar dilakukan dengan dosis 200 kg urea, 150 kg TSP dan 100 kg KCl. Pupuk urea diberikan sebanyak tiga tahap (masing-masing 1/3 bagian dosis pupuk urea) yaitu Pada tahap pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan saat tanaman jagung berumur 3 - 4 minggu setelah tanam. Pada tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk diberikan saat tanaman jagung berumur 8 minggu. Untuk pupuk TSP dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam.

4.6. Pemeliharaan

4.6.1. Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Penyiraman dengan menggunakan gembor dan air yang diberikan berdasarkan kapasitas lapang.

4.6.2. Penyulaman dan Penjarangan

Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanaman dan dilakukan apabila pada plot terdapat tanaman yang tidak tumbuh atau mati maka diganti dengan tanaman baru yang seragam. Penjarangam dilakukan ketika tanaman berumur 2 minggu setelah tanam, dengan cara memotong pangkal batang tanaman dengan gunting dan meninggalkan satu tanaman yang sehat.

4.6.3. Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan pertama dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam dan penyiangan kedua dilakukan bersamaan dengan pembumbunan yaitu 25 hari setelah tanam dan seterusnya dilakukan dengan interval dua minggu sekali.

4.6.4. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan secara mekanik dimana dengan cara membuang hama yang menyerang dan membunuhnya. Pada tanaman yang sudah terserang maka dilakukan pencabutan dan pemusnahan guna untuk menghindari penyebaran ke tanaman lainnnya.

4.7. Panen

Panen dilakukan serentak pada umur 77 hari setelah tanam, dimana pada umur ini tanaman sudah 75% memenuhi kriterian panen pada setiap plotnya, dengan ciri-ciri daun sudah menguning, tongkol atau klobot sudah mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga, biji kering, keras dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas. Panen dilakukan dengan cara memutar tongkol beserta kelobotnya, atau dengan mematahkan tangkai buah. Selanjutnya tongkol jagung dijemur di bawah terik matahari selama 3 hari..

4.8. Analisis Tanah Gambut Setelah diberi Amelioran Fly ash

Analisis tanah gambut dilakukan pada saat tanam, 1,5 bulan setelah penanaman dan pada waktu panen. Adapun analisis kimia yang dilakukan adalah pH, N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Al). tanah gambut diambil dengan kedalaman 20 cm secara komposit pada tiap plot.

5. Pengamatan

5.1 Laju Pertumbuhan Tanaman / LPT (gram/hari)

LPT diamati terhadap satu tanaman sampel dicabut dan dioven 700C selama 48 jam, kegiatan ini dengan menimbang seluruh bagian tanaman dengan menggunakan timbangan analitik. Rumus menghitung LPT sebagai berikut :

W – W1

LPA =

t2 – t1

Dimana W1 adalah berat kering tanaman pada umur t1 (35 hari) dan W2 adalah berat kering tanaman pada umur t2 (42 hari).

5.2. Berat Kering Tanaman (gram)

Kegiatan ini dilakukan saat tanaman berumur 35 dan 42 hari. Berat kering tanaman diperoleh dengan menimbang berat kering akar dan batangnya.

5.3. Panjang Tongkol dan Diameter Tongkol (cm)

Panjang tongkol diperoleh dengan mengukur tongkol dengan keadaan tanpa klobot (biji masih menempel pada tongkol) dari bagian pangkal sampai ujung tongkol dengan menggunakan penggaris. Pengukuran diameter tongkol dilakukan setelah panen dengan menggunakan jangka sorong yang diukur tepat pada bagian tongkol yang terbesar. Pengamatan ini dilakukan pada tanaman sampel.

5.4. Berat Biji Kering pertongkol(gram)

Pengamatan dilakukan dengan menimbang biji kering pada tanaman sampel, yang sebelumnya biji telah dijemur di bawah terik matahari selama 3 hari

5.5. Berat 1000 Butir Biji (gram)

Pengamatan dilakukan dengan menimbang berat 1000 biji dengan menggunakan timbangan digital. Dengan cara memipil biji jagung sebanyak 1000 lalu dijemur dibawah terik matahari selama 3 hari kemudian ditimbang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Laju Pertumbuhan Tanaman

Hasil amalisis sisik ragam pada lampiran 4 menunnjukkan pembarian ameliorant Fly ash berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman jagung. Untuk lebih jelasnya pengaruh takaran Fly ash terhadap laju pertumbuhan tanaman jagung yang telah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rata-rata laju pertumbuhan tanaman (LPT)

PERLAKUAN

Rata-rata

Tanpa pemberian Fly ash (kontrol)

2,5743 a

5 ton Fly ash/ha (3,5 kg Fly ash/plot)

5,9577 a

10 ton Fly ash/ha (7 kg Fly ash/plot)

8,3463 a

15 ton Fly ash/ha (10,5 kg Fly ash/plot)

19,1257 b

20 ton Fly ash/ha (14 kg Fly ash/plot)

9,1180 a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uni lanjut DNMRT pada taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian 5-15 ton Fly ash/ha cenderung meningkatkan laju pertumbuhan tanaman jagung apalagi pada pemberian 15 ton/ha terdapat peningkatan sangat drastis yaitu 19,1257 dibandingkan 10 ton/ha 8,3463, namun jika takaran Fly ash ditingkatkan sampai 20 ton/ha justru malah menurunkan laju pertumbuhan tanaman yaitu 9,1180. hal ini diduga pada pemberian 20 ton/ha Fly ash telah mampu menyediakan hara paling maksimal dibanding dosis yang lain.

Kenyataan tersebut menggambarkan bahwa pemberian ameliorant Fly ash telah mampu memperbaiki medium tanam, dengan demikian akan mendukung terhadap perbaikan pertumbuhan tanaman jagung. Perbaikan medium ini diduga karena kandungan hara Fly ash mengandung unsur hara makro dan mikro serta memiliki pH yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pH pada tanah gambut. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kandungan hara Fly ash. Dengan tersedianya hara bagi tanaman akan mampu meningkatkan laju pertumbuhan tanaman, karena hara sangat berperan penting dalam proses fotosintesis yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi komponen hasil. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 1, dimana ketersediaan hara tanah gambut selalu meningkat baik setelah masa inkubasi 3 minggu, 1,5 bulan setelah penanaman dan saat panen bila dibandingkan dengan analisa kandungan hara awal tanah gambut.

Peningkatan laju pertumbuhan tanaman diperoleh pada pemberian Fly ash 15 ton/ha. Hal ini diduga karena Fly ash mengandung unsur Ca yang cukup tinggi. Menurut Gunarto (1985), pemberiaan kapur dapat meningkatkan serapan nitrogen. Jadi dengan adanya unsur Ca yang terkandung dalam Fly ash maka pupuk N yang diberikan maupun yang terkandung didalam Fly ash dapat terserap lebih baik dan efisien oleh tanaman jagung. Unsur N dibutuhkan tanaman untuk pembentukan klorofil. Selain N, mineral Mg juga merupakan penyusun klorfil. Nyapka dkk (1991) menyatakan bahwa Mg adalah satu-satunya mineral penyusun klorofil. Dengan adanya Mg yang terkandung dalam Fly ash bias turut serta mendukung pertumbuhan tanaman karena dengan cukupnya Mg yang diberikan maka proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik. Sejalan dengan itu pertumbuhan tanaman akan semakin baik dan optimal.

Selain perbaikan hara, juga terjadi perbaikan pH akibat pemberian Fly ash. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis tanah gambut (lampiran 2 dan 3) yang menggambarkan bahwa pH tanah meningkat dari kisaran 4,4 menjadi 5-6. terjadinya peningkatan pH tanah juga karena Fly ash mengandung Ca dan Mg oksida/hidroksida..

2. Berat Berangkasan Kering Tanaman

Hasil analisis sisik ragam pada lampiran 4 menunnjukkan pembarian amelioran Fly ash berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan kering tanaman jagung. Untuk lebih jelasnya pengaruh takaran Fly ash terhadap laju pertumbuhan tanaman jagung yang telah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada table 2 berikut.

Tabel 2. Rata-rata berat berangkasan kering tanaman jagung

PERLAKUAN

Rata-rata

Tanpa pemberian Fly ash (kontrol

36,7650 a

5 ton Fly ash/ha (3,5 kg Fly ash/plot)

87,0543 b

10 ton Fly ash/ha (7 kg Fly ash/plot)

85,7720 b

15 ton Fly ash/ha (10,5 kg Fly ash/plot)

138,1020 c

20 ton Fly ash/ha (14 kg Fly ash/plot)

103,4020 b

Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uni lanjut DNMRT pada taraf 5%

Tabel 2. menunjukkan bahwa peningkatan berat berangkasan kering tanaman jagung terjadi peningkatan pada setiap perlakuan pemberian beberapa dosis Fly ash dimana terjadi peningkatan berat berangkasan kering tanaman jagung yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan tanpa pemberian Fly ash.

Jika dilihat dari tabel diatas pemberian dosis 15 ton/ha menunjukkan hasil yang optimum dari dosis perlakuan yang lain yaitu 138,1020. Namun jika dosis ditingkatkan lagi menjadi 20 ton/ha justru cenderung menurunkan berat berangkasan kering yaitu 103,4020. jika dilihat dari keseluruhan pemberian amelioran Fly ash sangat memberi peranan penting pada berat berangkasan kering tanaman jagung apabila dibandingkan dengan yang tanpa pemberian amelioran Fly ash. Hal ini terjadi karena pada kontrol kebutuhan hara tanaman tidak terpenuhi akibat dari kurang tersedianya hara yang dibutuhkan oleh tanaman.

Perbedaan yang nyata terhadap berat kering tanaman jagung ini disebabkan karena amelioran Fly ash pada tanah gambut memberikan pengaruh yang nyata, dimana selain sebagai bahan amelioran Fly ash juga dapat digunakan sebagai pupuk karena mengandung sejumlah hara yang penting bagi tanaman dan juga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme pada tanah gambut sehingga dapat mempercepat proses dekompisisi bahan organik tanah gambut, sehingga hara yang dibutuhkan tanaman pada tanah gambut semakin tersedia.

Hal ini didukung pendapat Rini (2005), dengan pemberian Fly ash yang berfungsi sebagai amelioran dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, dimana Fly ash telah dapat membuat tanah gambut menjadi produktif dengan cara peningkatan pH dan ketersedian unsur hara pada tanah gambut.

Junin (2002) menyatakan pesatnya pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari ketersediaan unsur hara yang ada didalam tanah, ketersediaan hara akan sangat mementukan prosuksi berat berangkasan kering tanaman yang merupakan hasil dari tiga proses yaitu proses penumukan asimilat melalui fotosintesis, penurunan asimilat melalui respirasi dan penurunan asimilat akibat suspensi dan akumulasi kebagian penyimpanan.

3. Panjang Tongkol dan Diameter Tongkol

Hasil hasil analisis sidik ragam pada lampiran 4 menunjukkan bahwa pemberian amelioran Fly ash berpengaruh tidak nyata terhadap pajang tongkol dan diameter tongkol. Untuk lebih jelasnya pengaruh takaran Fly ash terhadap panjang tongkol jagung yang telah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada table 3 berikut.

Tabel 3. Rata-rata panjang tongkol dan diameter tongkol jagung (cm) pada pemberian beberapa takaran Fly ash.

PERLAKUAN

Rata-rata ukuran tongkol

Diamter

Panjang

Tanpa pemberian Fly ash (kontrol

4,3667

17,7000

5 ton Fly ash/ha (3,5 kg Fly ash/plot)

4,9000

20,4667

10 ton Fly ash/ha (7 kg Fly ash/plot)

5,1000

20,8500

15 ton Fly ash/ha (10,5 kg Fly ash/plot)

5,5667

20,3000

20 ton Fly ash/ha (14 kg Fly ash/plot)

4,8167

20,5333

Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uni lanjut DNMRT pada taraf 5%

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada beberapa perlakuan pemberian Fly ash terdapat peningkatan panjang dan diameter tongkol jika dibandingkan dengan tanpa pemberian ameliorran Fly ash tetapi tidak terdapat peningkatan yang signifikan antar perlakuan pemberian amelioran Fly ash.

Diduga rendahnya perlakukan kontrol (tanpa pemberian Fly ash) karena rendahya organ penyimpan seperti ukuran tongkol hak ini disebabkan karena pertumbuhan tanaman kurang baik, sehingga asimilat yang dibutuhkan untuk pembentukan buah berada dalam jumlah yang terbatas sehingga pembentukan tongkol menjadi kurang sempurna sebagai akibat dari unsur hara yang dibutuhkan tidak terpenuhi secara maksimal.

Dengan pemberian amelioran tersebut tanaman dapat mamapu menyerap hara yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis untuk mengasilkan fotosintat yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan organ generatif yaitu tongkol jagung.

Gander (1991) menambahkan bahwa khusus untuk tanaman jagung, karena letak tongkol ditengah-tengah batang, hampir seluruh fotosintat yang diproduksi berasal dari daun sebelah atas tongkol yang menyumbangkan 85% hail asimilasi ke tongkol. Sedangkan daun sebelah bawah tongkol menyumbangkan hasil fotosintesisnya untuk pertumbuhan akar dan memelihara batang.

Salah satu unsur yang sangat diperlukan pada masa pembentukan tongkol adalah unsur fosfor (P). Diduga pemberian amelioran Fly ash telah membantu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan pada masa pertumbuhan generatif karena Fly ash mengandung sejumlah unsur hara baik makro maupu mikro yang dibutuhkan tanaman sehingga bisa dikatakan Fly ash juga bisa sebagai pupuk, khususnya unsur P yang berperan dalam proses pembentukan tongkol. Selain itu Fly ash juga bisa dikatakan sebagai bahan amelioran karena memiliki pH 11, yang dapat meningkatkan pH tanah gambut yang mempunyai tingkat kemasaman tinggi, sehingga tanaman dapat menyerap unsur hara yang dibutuhkannya.

4. Berat Biji Pertongkol.

Hasil sidik ragam pada lampiran 4 menunjukan bahwa pemberian amelioran Fly ash berpengaruh tidak nyata terhadap berat biji pertongkol. Untuk lebih jelasnya pegaruh takaran Fly ash terhadap berat biji pertongkol yang telah diuji lanjut degan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata berat biji pertongkol tanaman jagung (g) pada pemberian beberapa takaran Fly Ash.

PERLAKUAN

Rata-rata

Tanpa pemberian Fly Ash (kontrol

89,9967 a

5 ton Fly Ash/ha (3,5 kg Fly Ash/plot)

113,5633 a

10 ton Fly Ash/ha (7 kg Fly Ash/plot)

126,8633 a

15 ton Fly Ash/ha (10,5 kg Fly Ash/plot)

194,4767 b

20 ton Fly Ash/ha (14 kg Fly Ash/plot)

133,4267 a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uni lanjut DNMRT pada taraf 5%.

Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian amelioran fly ash cenderung meningkatkan berat biji pertongkol pada setiap perlakuan Fly ash yang diberikan dengan konsisten sampai berat yang paling tinggi yaitu 194,4767 pada perlakuan Fly ash 15 ton/ha, namun jika dosis dinaikkan menjadi 20 ton/ha terjadi penurunan berat biji pertongkol yaitu 133,4267. hal ini dikarenakan pada perlakuan 15 ton/ha kondisi hara pada tanah gambut cukup tersedia sehingga berat biji lebih bernas jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan pada 20 ton/ha kondisi hara tanah sudah kurang tersedia hal ini diduga dikarenakan pada dosis 20 ton/ha pH tanah mencapai 6,7 (lampiran 3), sebaimana kita tahu bahwa tanah gambut jika memiliki pH mendekati netral justru ketersediaan hara tanah bagi tanaman menjadi berkurang.

Nyapka dkk (1991) menyatakan bahwa unsur Mg selain sebagai mineral penyusun klorofil juga dapat dijumpai dalam biji-bijian tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu Fosfor sebagai penyusun fosfolipid, nukleoprotein dan fitin juga banyak tersimpan didalam biji. Disamping itu kalsium juga dapat mendorong produksi tanaman Graminae dan biji tanaman. Dengan ketersediaan fosfor yang cukup dan fungsi kalsium tersebut maka proses pembentukan inti sel, lemak dan protein dapat berlangsung baik. Pada akhirnya proses pertumbuhan dan prosuksi tanaman akan berlangsung dengan baik pula seperti pembentukan biji-biji yang bernas dengan bobot yang normal pula.

Pada fase ini tanaman sangat membutuhkan suplay hara P yang cukup. Hakim dkk (1986) mengatakan bahwa fosfor merupakan salah satu unsur yang berfungsi untuk mempercepat pembungaan serta pemasakan biji dan buah. Sehingga dengan ketersediaan P yang rendah akan berpengaruh pada bobot buah yang dihasilkan.

Fosfat berguna untuk menyimpan energi dan trasnfer energi serta penyusunan senyawa biokimia (asam nukleat, koenzim, nukleotida, fosfo protein, fosfolipid dan gula fosfat). Fosfat yang cukup sangat dibutuhkan pada saat reproduksi. Hal ini didukung oleh Setyamijaya (1986). Yang mengatakan bahwa fungsi P adalah mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji. Jadi fosfor yang sangat berperan dan menentukan keberhasilan pembuahan yang akan berhubungan denga kualitas buah dan biji. Gardner dkk (1991), menjelaskan bahwa ukuran biji untuk kultifar tertentu realtif konstan, tetapi tekanan yang hebat selama pengisian biji dapat menyebabkan berkurangnya pasokan hasil asimilasi.

Selain ketersedian unsur hara berat biji pertongkol juga dipengaruhi oleh ketersediaan air. Darjanto dan Satifah (1990), menyatakan bahwa ketersedian air yang cukup akan meningkatkan aktivitas sel pembuluh dalam pengangkutan hara yang telah larut dan translokasi fotosintat kebagian generatif.

5. Berat 1000 biji

Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 4 menunjukkan bahwa pengaruh amelioran Fly ash berpengaruh tidak nyata terhadap berat 1000 butir biji jagung. Untuk lebih jelasnya pengaruh takaran Fly ash terhadap berat biji pertongkol yang telah diuji lanjut degan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata berat 1000 butir biji tanaman jagung (g) pada pemberian beberapa takaran Fly Ash.

PERLAKUAN

Rata-rata

Tanpa pemberian Fly Ash (kontrol

219,9333 a

5 ton Fly Ash/ha (3,5 kg Fly Ash/plot)

298,2667 b

10 ton Fly Ash/ha (7 kg Fly Ash/plot)

286,9000 b

15 ton Fly Ash/ha (10,5 kg Fly Ash/plot)

314,6667 b

20 ton Fly Ash/ha (14 kg Fly Ash/plot)

301,3333 b

Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunnjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uni lanjut DNMRT pada taraf 5%

Tabel 5 menunjukan bahwa setiap peningkatan takaran Fly ash yang di berikan dapat meningkatkan berat 1000 butir biji jangung dibandingkan dengan tanpa pemberian perlakuan tetapi tidak konsisten, dimana berat tertinggi terdapat pada 15 ton/ha yaitu 314,6667 tetapi jika dosis Fly ash dinaikkan menjadi 20 ton/ha justru terjadi penurunan yaitu 301,3333. hal ini seiring dengan peningkatan berat biji pertongkol pada pemberian 5-15 ton/ha.

Jika dilihat pada deskripsi tanaman jagung bahwa berat 1000 butir biji jagung varietas Arjuna mencapai 272 g. Sedangkan dengan pemberian amelioran Fly ash telah mampu melampaui berat 1000 butir biji sampai 314,6667 pada 15 ton/ha. Hal ini diduga pemberian amelioran Fly ash telah mempunyai peranan yang penting yang bisa berfungsi sebagai pupuk karena Fly ash mengandung unsur hara makro dan mikro (lampiran 1), selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan amelioran karena dapat memperbaiki sifat fisik, kimia adn biologi tanah, dimana Fly ash telah dapat meningkatkan pH tanah (Lampiran 3) yang mengakibatkan KTK (kapasitas tukar kation) menjadi rendah sehingga dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik pada tanah gambut sehingga hara yang terkandung pada tanah gambut akan semakin tersedia ini menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik dan hasil fotosintesis akan digunakan untuk mengubah substat pada hasil akhir yang diantaranya untuk pengisian biji sehingga berat 1000 butir biji tanaman sesuai dengan deskripsi atau melebihi deskripsi.

Pemberian Fly ash pada tanah gambut yang telah mampu meningkatkan berat 1000 butir biji jagung, ini berarti Fly ash telah mampu membantu serapan hara tanaman terutama P yang banyak terkandung dalam biji. Ini sesuai dengan pernyataan Nyapka dkk (1991), bahwa ketersediaan P tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah, pada kebanyakan tanah ketersediaan P masksimum dijumpai pada kisaran pH antara 5,5-7, ketersediaan P akan menurun bila pH tanah lebih rendah dari 5,5 atau lebih tinggi dari 7,0. p yang serap tanaman pada setiap pelakuan secara keseluruhan tidak terakumulasi pada biji tetapi juga untuk bagian tanaman yang lainnya.

Lubis (1993), kekurangan P yang berat akan dapat memperlambat proses pembuangaan dan pematangan sehingga biji yang dihasilkan akan berkerut. Oleh karena itu kekurangan P dapat menyebabkan menurunnya hasil, kualitas dan kadar protein biji. Berat 1000 butir biji sangat berkaitan erat dengan besarnya biji yang dihasilkan. Hal ini berarti semakin sempurna perkembangan biji maka semakin tinggi pula berat 1000 butir biji. Menurut Goldwory dan Fisher (1992) mengatakan bahwa pertambahan biji (ukuran biji) tergantung pada faktor yang mengendalikan suplay asimilat untuk pengisian biji. Hasil pengamatan betar 1000 butir biji ini membuktikan bahwa tanaman jagung mempunyai rata-rata yang sesuai dengan deskripsi.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

1. Pemberian 15 ton/ha dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman, berat berangkasan kering tanaman, berat biji pertongkol dan berat 100 butir biji.

2. Terdapat peningkatan panjang tongkol dan diameter tongkol pada pemberian 5-20 ton/ha Fly ash jika dibandingkan dengan tanpa pemberian Fly ash.

3. Pada setiap pemberian dosis pemberian amelioran Fly ash dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas biji tanaman jagung yang cukup berarti hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan pada parameter berat biji pertongkol, berat 1000 butir biji, laju pertumbuhan tanaman dan berat berangkasan kering tanaman pada perlakuan 15 ton Fly ash/ha jika dibandingkan dengan kontrol. Namun tidak berbeda nyata pada parameter panjang dan diameter tongkol.

2. Saran

Dari hasil penelitian ini maka disarankan untuk menggunakan bahan ameliran Fly ash sebanyak 15 ton/ha pada kondisi tanah gambut yang sama dengan tanah yang digunakan pada penelitian ini agar dapat memperoleh hasil produksi tanaman jagung yang tinggi dan mempunyai kualitas yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Stasistik Riau. 2004. Riau dalam Angka. BPS. Pekanbaru

Darjanto dan Satifah, S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. Gramedia. Jakarta.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Riau. 2006. Potensi, Pemanfaatan Lahan dan Peluang Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura di Lahan Gambut. Pemerintah Propinsi Riau. Pekanbaru.

Gardner FP. RP Brent. RL. Mitcjel. 1991.Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahakan oleh Herawati Susilo. Universitas Indonesia. Jakarta.

Gunarto. 1985. Kapur Pada Kedelai. Penelitian Pertanian BPTP. Bogor.

Hakim, N. M. Nyakpa, M. Lubis. S. G. Nugroho, S. Rusdi, DM. Amin, Go Ban Hong dan H. H. Baily. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Jumin, H.B. 2002. Angroekologi: Suatu Pendekatan Fisiologis. PT. Raja Grafindo PErsada. Jakarta.

Lubis, A.M. Zainal Abidin dan Wahid, A. 1993. Pengaruh Abu Tanam-tanaman Terhadap Padi Sawah di Tanah Gambut. Dalam Prosiding Seminar NASional Gambut II. HGI bekerjasama dengan BPPT. Jakarta

Prasetyo, T. B. 1996. Peningkatan Serapan Fosfat pada Tanah Gambut melalui Pengandalian Asam-Asam Meracun. Di dalam prosiding seminar HITI. Bogor.

Rini. 2005. Penggunaan Dregs (Limbah Bagian Recauticizing Pabrik Pulp) dan Fly ash (Abu Sisa Boiler Pembakaran Pabrik Pulp) untuk Meningkatkan Mutu dan Produktivitas Tanah Gambut. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru.

Nyapka., M.Y. A.M. Lubis, M.A. Pulung, G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong, N. Hakim. 1991. Metode Selidik Tanah. Penerbit Universitas Lampung.

Setyamidjja. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplek. Jakarta.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis Kimia Fly Ash

NO

PARAMETER

SATUAN

1

pH

11

2

N- total

0,02 %

3

P-total

0,17 %

4

K

3063,82 mg/kg

5

Ca

7894,54 mg/kg

6

Mg

193,52 mg/kg

7

Fe

0,03 mg/kg

8

Al – dd

0

9

Zn

32,30 mg/kg

10

Cu

10,60 mg/kg

11

Mo

0,11 Mg/kg

12

Pb

0 ppm

13

Cd

0 ppm

Lampiran2. Hasil Analisis kimia tanah gambut ( pra perlakuan ).

NO

PARAMETER

SATUAN

1

pH

3,5

2

N- total

0,15 %

3

P-total

0,016 %

4

K

505,95 mg/kg

5

Ca

212,29 mg/kg

6

Mg

100,14 mg/kg

7

Fe

0,25 mg/kg

8

Al-dd

2,25 me/100 gram tanah

9

Zn

9,16 mg/kg

10

Cu

0,04 mg/kg

11

Mo

0,065 mg/kg

12

Pb

0 ppm

13

Cd

0 ppm